Meluruskan Kesalah pahaman & Penyalah pahaman Kalangan Tradisionalis Atas Dakwah Pembaruan Muhammadiyah
1) Soal Tuduhan “Anti Shalawat”
Alangkah bodoh dan meruginya orang yang
mengaku muslim namun tidak mau bershalawat kepada Nabi… Tapi apakah ada
muslim yang demikian?
Dari yang kami ketahui, tidak ada satupun muslim di dunia ini yang anti shalawat, karena perintah untuk bershalawat sudah sangat jelas dalam Al-Quran, bahkan dalam banyak hadits disebutkan keutamaan2nya, disamping terdapat celaan bagi yang enggan bershalawat…
Maka seluruh kaum muslimin (termasuk yang sering dituduh “anti shalawat”) juga sangat menganjurkan untuk memperbanyak bershalawat…
Hanya saja, kami mencukupkan pada shalawat2 yang diajarkan oleh Rasulullah… Yang kami tolak adalah shalawat2 yang dibuat oleh manusia yang isinya ghuluw, seperti mengkultuskan Nabi, juga shalawat2 yang ditetapkan sendiri fadhilahnya, ditetapkan cara membacanya, ditetapkan berapa kali membacanya, ditetapkan kapan waktu membacanya, dll yang semua itu tidak ditetapkan oleh dalil Al-Quran & Hadits
Dari yang kami ketahui, tidak ada satupun muslim di dunia ini yang anti shalawat, karena perintah untuk bershalawat sudah sangat jelas dalam Al-Quran, bahkan dalam banyak hadits disebutkan keutamaan2nya, disamping terdapat celaan bagi yang enggan bershalawat…
Maka seluruh kaum muslimin (termasuk yang sering dituduh “anti shalawat”) juga sangat menganjurkan untuk memperbanyak bershalawat…
Hanya saja, kami mencukupkan pada shalawat2 yang diajarkan oleh Rasulullah… Yang kami tolak adalah shalawat2 yang dibuat oleh manusia yang isinya ghuluw, seperti mengkultuskan Nabi, juga shalawat2 yang ditetapkan sendiri fadhilahnya, ditetapkan cara membacanya, ditetapkan berapa kali membacanya, ditetapkan kapan waktu membacanya, dll yang semua itu tidak ditetapkan oleh dalil Al-Quran & Hadits
2) Soal Tuduhan “Anti Ziarah Kubur”
Semua muslim pasti tau, hukum ziarah kubur adalah sunnah… Tak terkecuali kalangan yang seringkali dituduh “anti ziarah kubur”…
Maka bagaimana kami menolak ziarah kubur?
Yang kami tolak bukanlah ziarah kuburnya, melainkan pengkeramatan kuburan2 manusia yang dianggap Wali Allah, mencari berkah kepadanya dan meminta wasilah kepada orang2 shaleh yang telah wafat…
Bahkan di banyak makam keramat tata cara memasuki makam hingga keluarnya, bahkan wiridan yg dibaca (di makam) pun diatur sedemikan rupa (biasanya oleh juru kunci makam), padahal Islam tidak mengajarkan hal yang demikian…
Bagi kami, ziarah kubur hanyalah untuk mengingat kematian dan mendoakan ahli kubur, bukan malah meminta doa dan restu dari yang didalam kubur atau mencari berkah di kuburan
Maka bagaimana kami menolak ziarah kubur?
Yang kami tolak bukanlah ziarah kuburnya, melainkan pengkeramatan kuburan2 manusia yang dianggap Wali Allah, mencari berkah kepadanya dan meminta wasilah kepada orang2 shaleh yang telah wafat…
Bahkan di banyak makam keramat tata cara memasuki makam hingga keluarnya, bahkan wiridan yg dibaca (di makam) pun diatur sedemikan rupa (biasanya oleh juru kunci makam), padahal Islam tidak mengajarkan hal yang demikian…
Bagi kami, ziarah kubur hanyalah untuk mengingat kematian dan mendoakan ahli kubur, bukan malah meminta doa dan restu dari yang didalam kubur atau mencari berkah di kuburan
3) Soal Tuduhan “Anti Maulid, Ga Cinta Nabi”
Perlu diketahui, Muhammadiyah tidak
pernah melarang maulid Nabi… Hanya saja, bagi Muhammadiyah peringatan
maulid Nabi bukanlah ritual khusus, yang mesti diperingati dengan ritual
khusus, memiliki fadhilah khusus, seperti adanya keyakinan dengan
membaca syair2 tertentu ruh Nabi akan hadir dan kita mesti berdiri
menyambutnya… …
Bagi Muhammadiyah memperingati maulid Nabi hanyalah momentum untuk syiar Islam, dia bukan ibadah… bisa dilakukan dengan mengadakan pengajian umum, perlombaan, bakti sosial, dll
Bagi Muhammadiyah memperingati maulid Nabi hanyalah momentum untuk syiar Islam, dia bukan ibadah… bisa dilakukan dengan mengadakan pengajian umum, perlombaan, bakti sosial, dll
4) Soal Tuduhan “Nggak Pake Sunnah”…
Pertanyaannya adalah, apakah yang kami
tinggalkan itu benar2 sunnah, atau justru perkara2 yang tidak
disyariatkan, atau malah bid’ah?
Kami melaksanakan shalat taraweh, qiyamul lail, shalat rawatib, shalat Id, puasa senin-kamis, dll, bukankah itu semua sunnah?
Jika yang dimaksud dengan sunnah adalah ritual2 seperti tahlilan, ruwahan, nujuh bulanan, maulidan, yasinan, padusan, dll maka itu bukanlah sunnah, karena hal2 tersebut tidak disyariatkan… Kalangan yang mengamalkan amalan2 diataspun (khususnya ahli ilmu diantara mereka) mengakui itu bukan sunnah, melainkan bid’ah, namun mereka namakan dengan “bid’ah hasanah”…
Adapun jika tuduhan “nggak pake sunnah” karena kami tidak mengeraskan dzikir & meniadakan dzikir berjamaah setelah shalat fardhu’, maka ketahuilah, sesungguhnya berdzikir sendiri2 dengan merendahkan suara lebih utama dan ini pendapat yang dipegang oleh Imam Syafi’I & Imam Nawawi… Lalu apakah mau dikatakan Imam Syafi’I & Imam Nawawi yang merupakan panutan dalam Syafi’iyah dikatakan “nggak pake sunnah”?
Kami melaksanakan shalat taraweh, qiyamul lail, shalat rawatib, shalat Id, puasa senin-kamis, dll, bukankah itu semua sunnah?
Jika yang dimaksud dengan sunnah adalah ritual2 seperti tahlilan, ruwahan, nujuh bulanan, maulidan, yasinan, padusan, dll maka itu bukanlah sunnah, karena hal2 tersebut tidak disyariatkan… Kalangan yang mengamalkan amalan2 diataspun (khususnya ahli ilmu diantara mereka) mengakui itu bukan sunnah, melainkan bid’ah, namun mereka namakan dengan “bid’ah hasanah”…
Adapun jika tuduhan “nggak pake sunnah” karena kami tidak mengeraskan dzikir & meniadakan dzikir berjamaah setelah shalat fardhu’, maka ketahuilah, sesungguhnya berdzikir sendiri2 dengan merendahkan suara lebih utama dan ini pendapat yang dipegang oleh Imam Syafi’I & Imam Nawawi… Lalu apakah mau dikatakan Imam Syafi’I & Imam Nawawi yang merupakan panutan dalam Syafi’iyah dikatakan “nggak pake sunnah”?
Begitupun soal kirim pahala bacaan Al-Quran kepada mayid, ini adalah
perkara ikhtilaf… Imam Syafi’i & Imam Nawawi pun berpendapat pahala
bacaan Al-Quran itu tidak sampai kepada mayid… Justru yang berpendapat
sampainya pahala bacaan Al-Quran kepada mayid adalah Ibnu Taimiyah &
Ibnu Qoyyim, dua sosok yang selama ini dibenci kalangan tradisionalis…
Ataukah kami dikatakan “nggak pake sunnah” karena kami tidak qunut subuh?
Ini adalah perkara ikhtilaf sejak dulu… Kalangan Syafi’iyah memang
berpendapat qunut subuh itu sunnah muakkad, sedang kalangan Malikiyah
berpendapat bahwa itu sunnah… Adapun kalangan Hambali & Hanafi
berpendapat qunut subuh tidak disyariatkan… Masing2 punya dalil, maka
ketika kami menguatkan dalil yang mengatakan bahwa qunut subuh tidak
disyariatkan, bukan berarti kami meninggalkan sunnah, tetapi karena bagi
kami qunut subuh itu bukanlah sunnah…
Ringkasnya, kami bukannya meninggalkan sunnah, tetapi meninggalkan apa yang “dianggap sunnah” oleh kebanyakan orang, yang bagi kami itu semua bukanlah sunnah…
Ringkasnya, kami bukannya meninggalkan sunnah, tetapi meninggalkan apa yang “dianggap sunnah” oleh kebanyakan orang, yang bagi kami itu semua bukanlah sunnah…
5) Soal Tuduhan “Nguburin orang kok kayak ngubur bangke kucing”
Jika yang dimaksud kami seperti mengubur
bangkai kucing ketika memakamkan jenazah tanpa mengadzankan mayid, maka
ketahuilah, bahwa Rasulullah, para sahabat, thabiin, serta para imam
mazhab tidak satupun terdapat riwayat yang menunjukkan mereka
mengadzankan mayid atau jenazah mereka diazankan ketika dimakamkan… Yang
demikian baru dipraktekkan jauh setelah masa salafus shalih dengan
landasan qiyas, maka ini bukanlah sunnah, bahkan bid’ah…
Maka beranikah kita mengatakan bahwa manusia2 mulia seperti Rasulullah,
Khulafaur Rasyidin, para Imam Mazhab serta para salafus shalih
dikuburkan layaknya bangkai kucing, karena tidak satupun diantara mereka
yang diadzankan ketika dikubur, bahkan tidak dibuatkan selametan
(tahlilan)?
Perlu dicatat, ketika kami tidak
mengamalkan perkara2 diatas, bukan berarti kami tidak menghormati
kalangan yang mengamalkannya… Dan kami tidak menolak secara mutlak,
karena perkara2 diatas adalah perkara furu’, bukan perkara pokok dalam
agama…
Ini bukan karena kami ingin dibenarkan atau ingin pendapat kami diikuti…
Tidak demikian… Kami sangat menghormati perbedaan pendapat, bahkan kami
tidak keberatan kalaupun pandangan kami dianggap keliru, selama itu
dilandasi sikap objektif dan argumentasi ilmiah… Tetapi kami hanya ingin
kalangan yang tidak sependapat dengan kami, kalaupun tetap tidak
sependapat (lagi-lagi) hendaknya ketidaksepahaman itu dilandasi dengan
ilmu, argumentasi yang ilmiah dan sikap yang objektif, sehingga
melahirkan tasamuh… Bukan dengan landasan kesalah pahaman dan prasangka
buruk, apalagi dilandasi kebencian dan fitnah, sehingga melahirkan
perpecahan…
Demikian, semoga dengan niat ikhlas mencari kebenaran & meluruskan
kesalah pahaman bisa memperkuat ukhuwah Islamiyah diantara jamaah2 kaum
muslimin, khususnya sesama Ahlus Sunnah wal Jama’ah…
Ditulis oleh Faisal Rahman Admin Grup FB Muhammadiyah
Tidak ada komentar :
Posting Komentar
Silahkan komentar yang santun, karena itulah pribadi anda sebenarnya.