nu1926

Persatuan Islam (Persis)


Persatuan Islam (Persis) yang didirikan di Bandung pada 12 September 1923 menyelenggarakan Muktamar XV di Jakarta, 21-23 November 2015.Ormas yang sekarang memasuki usia 92 tahun ini berusaha mengokohkan kiprahnya dalam gerakan dakwah di negeri ini dengan mengusung tema “Dinamisasi Jihad Jam’iyyah untuk Menghadapi Tantangan Dakwah“. Dari tema tersebut tergambar dua hal yang sangat penting, yang berusaha dibahas dalam arena muktamar, yaitu dinamisasi organisasi (jam’iyyah) dan tantangan dakwah. Sebagai organisasi yang mengusung gerakan perubahan (harakah tajdid) tentu dua hal ini sangat penting untuk dibicarakan dalam musyawarah para muktamirin.

Dengan kata lain, Persis berusaha untuk melakukan secara kontinyu upaya-upaya mendinamisasi organisasinya agar tidak stagnan (jumud) dan tertinggal jauh dengan ormas-ormas Islam lainnya, sehingga dengannya organisasi ini mampu merespon tantangan dakwah yang ada di depan. Karena, dalam sebuah perjuangan dibutuhkan kekuatan organisasi dan kader-kader yang tangguh, yang bisa menjadi ‘mesin-mesin’ pembawa perubahan dan memberikan respon yang tepat terhadap tantangan zaman, khususnya tantangan dakwah di depan.

Untuk memuluskan langkah dinamis organisasi, Persis diantaranya berusaha melakukan terobosan baru dalam bidang pendidikan dengan mendirikan universitas. Terobosan ini tentu bukan berarti baru kali ini Persis memikirkan jenjang pendidikan tingkat perguruan tinggi, karena sebelumnya Persis juga sudah mendirikan Sekolah Tinggi dan Ma’had Aly. Keberadaan universitas tentu untuk memperluas jangkaun program pendidikan yang bisa memberi manfaat lebih besar.Dalam sebuah wawancara, Ketua Umum Persis, Prof. Maman Abdurrahman menyatakan,”Kalau saya inginnya di tahun 2015 ini ada (lahir dari kalangan Persis, pen) 15 profesor, 25 orang doktor, dan 100 orang magister.” (Majalah Risalah, No. 8, Th. 53, November 2015).

Tradisi keilmuan dan intelektualitas di kalangan Persis memang begitu kental. Ustadz A. Hassan (1887-1958) sebagai guru utama organisasi ini adalah sosok yang dikenal sebagai ulama dan intelek yang sangat mencintai ilmu dan melahirkan karya-karya besar. Ia juga banyak terlibat dalam suatu perdebatan ilmiah dengan berbagai kalangan, dari tokoh Kristen, atheis, tokoh pergerakan nasional, dan kelompok yang dianggap menyimpang dari ajaran Islam. Dalam setiap perdebatan, intelektualitas A. Hassan terlihat menonjol dengan argumentasi-argumentasi yang kuat. Ia tekun meneliti segala hal yang menjadi isu dan perhatian umat Islam, terutama dalam soal-soal agama.

Cermin dari intelektulitas yang matang terlihat dalam setiap perdebatan yang tidak diiringi dengan cara-cara kekerasan terhadap orang yang berbeda pendapat. Betapapun tajamnya perbedaan itu, semua diselesaikan melalui tukar pikiran dan beradu hujjah. Perdebatan yang cukup terkenal dalam sejarah adalah ketika A. Hassan berhadapan dengan tokoh Ahmadiyah pada tahun 1933.Ribuan orang datang menghadiri perdebatan itu, namun tak ada kekerasan fisik sekecil apapun yang terjadi. Begitupun dengan perdebatan-perdebatan A. Hassan lainnya.

Sejak didirikan, Persis memang dikenal sebagai organisasi yang sangat responsif terhadap isu-isu yang menyangkut umat Islam. Pada tahun 1929, Persis menjadi inisiator berdirinya Komite Pembela Islam di Bandung.Komite ini didirikan untuk merespon berbagai pelecehan terhadap Rasulullah yang marak ketika, juga untuk menangkis serangan-serangan yang dilakukan oleh tokoh-tokoh di luar Islam terkait ajaran-ajaran Islam. Komite ini begitu terkenal pada masa itu, terutama di Bandung dan Batavia, karena sikap responsifnya dalam menjawab tantangan musuh-musuh Islam.

Selain A. Hassan, tokoh intelektual Persis lainnya yang cukup dikenal sebagai sosok yang responsif di antaranya adalah Mohammad Natsir. Ia banyak terlibat dalam polemik di media massa, terutama terkait hubungan antara Islam dan kenegaraan. Ia juga dikenal sebagai kader A. Hassan yang cemerlang, karena penguasaanya terhadap literatur-literatur Barat dan ketekunannya dalam mempelajari Islam. Sebagai seorang aktifis dan intelektual, Natsir juga terlibat aktif dalam merumuskan peletakan dasar-dasar negara ini. Namanya masuk dalam daftar founding father yang cukup berjasa. Ia pernah menjadi Perdana Menteri pertama RI, Menteri Penerangan, dan penggagas “Mosi Integral” pada tahun 1950 yang menjadi cikal bakal Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI).

Dengan coraknya yang demikian, maka bisa dibilang, Persis adalah organisasi radikal dalam pemikiran, namun bersikap moderat dalam menjalankan gerakannya dan dalam menghadapi realitas di lapangan. A. Hassan, meski mendapat julukan “Pemikir Islam Radikal” (Lihat: Syafiq A. Mughni, 1994), namun pada kenyatannya adalah sosok yang bersahabat dan mencintai negeri ini. Baginya, upaya menegakkan ajaran-ajaran Islam dalam konteks berbangsa dan bernegara, haruslah ditempuh dengan cara-cara damai.

Dalam bahasa Howard M. Federspiel, seorang peneliti dan penulis disertasi tentang Persis berjudul”Persatuan Islam:Islamic Reform in Twentieth Century Indonesia” dikatakan,”Arti penting Persatuan Islam lebih terletak pada upayanya dalam mendefinisikan penegakan Islam, prinsip-prinsip yang mendasarinya, dan perilaku muslim yang semestinya bagi masyarakat Indonesia. Dalam menggambarkan Islam, para aktivis Persatuan Islam menghindari pelbagai konsep dan generalisasi yang samar yang lazim di Indonesia dan menyibukkan diri dengan rincian dan substansi perilaku keagamaan.” (Federspiel, 2004: 9-10).

Ke depan, tentu saja orientasi keilmuan (ittijah ‘ilmiyah) dan tradisi intelektual (at-turats at-tsaqafi) Persis harus tetap menjadi acuan gerak organisasi. Sehingga Persis akan tetap dinamis dan responsif terhadap persoalan zaman. ~Artawijaya~


Wallahu a'lam bishowab
 

Source : https://artaazzamwordpresscom.wordpress.com/

Tidak ada komentar :

Posting Komentar

Silahkan komentar yang santun, karena itulah pribadi anda sebenarnya.