nu1926

Inilah sebaik-baiknya Bid'ah (Perkataan Umar bin Khatab)



Shalat tarawih dengan satu imam,ini memiliki hukum asal dalam syariat,bahwasanya Rasulullah pernah mengerjakan shalat tarawih baik sendirian maupun berjama'ah.

Lalu oleh Umar Bin Khathab sunnah ini di hidupkan kembali,orang-orang yang shalat tarawih di masjid dikumpulkan dalam 1 Imam.Riwayat lengkapnya adalah sebagai berikut :

Dari Abdurrahman bin Abdul Qori yang menjelaskan: “Pada salah satu malam di bulan Ramadhan, aku berjalan bersama Umar (bin Khattab). Kami melihat orang-orang nampak sendiri-sendiri dan berpencar-pencar. Mereka melakukan shalat ada yang sendiri-sendiri ataupun dengan kelompoknya masing-masing. Lantas Umar berkata: “Menurutku alangkah baiknya jika mereka mengikuti satu imam (untuk berjamaah)”. Lantas ia memerintahkan agar orang-orang itu melakukan shalat dibelakang Ubay bin Ka’ab. Malam berikutnya, kami kembali datang ke masjid. Kami melihat orang-orang melakukan shalat sunnah malam Ramadhan (tarawih) dengan berjamaah. Melihat hal itu lantas Umar mengatakan: “Inilah sebaik-baik bid’ah!”
(Shahih Bukhari jilid 2 halaman 252, yang juga terdapat dalam kitab al-Muwattha’ karya Imam Malik halaman 73).

Para Ahlul-bid'ah menyatakan bahwa perkataan Umar dan apa yang beliau lakukan tersebut adalah sebagai dalil bolehnyan membuat bid'ah hasanah (Yang Baik).Padahal ada hadist lain yang menjelaskan hal yang serupa dengan itu.

Dari 'Aisyah Radhiallahu 'anha bahwa ia menuturkan :

"Dahulu manusia shalat di masjid Nabi Shalalllahu 'alaihi wa sallam di malam bulan Ramadhan dengan berpencar-pencar (yakni dengan berimam sendiri-sendiri). Seorang yang banyak hapal Al-Qur'an, mengimami lima sampai enam orang, atau bisa jadi lebih atau kurang. Masing-masing kelompok shalat bersama imamnya. lalu Rasulullah menyuruhku untuk memasang tikar di depan pintu kamarku.

Akupun melakukan perintahnya. Sesuai melakukan shalat 'Isya di akhir waktu, beliau keluar kemuka kamar itu. 'Aisyah melanjutkan ceritanya : Manusia yang kala itu ada di masjidpun lantas berkumpul ke arah beliau. Lalu beliau sholat bersama mereka shalat sepanjang malam. Kemudian orang-orang bubar, dan beliaupun masuk rumah. Beliau membiarkan tikar tersebut dalam keadaan terbentang. Tatkala datang waktu pagi, mereka memperbincangkan shalat yang dilakukan Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam bersama orang-orang yang ada pada malam itu (maka berkumpullah manusia lebih banyak lagi) dari sebelumnya. Sehingga akhirnya masjid menjadi bising Pada malam ke dua itu, Nabi Shalalllahu 'alaihi wa sallam kembali shalat bersama mereka. Maka di pagi harinya, orang kembali memperbincangkan hal itu, sehingga orang yang berkumpulpun bertambah banyak lagi (pada malam ketiga) sampai masjid menjadi penuh sesak. Rasul-pun keluar dan shalat mengimami mereka. Di malam yang keempat, disaat masjid tak dapat lagi menampung penghuninya ; Rasulullah-pun keluar untuk mengimami mereka shalat 'Isya dipenghujung waktu. Lantas (pada malam itu juga) Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam masuk ke rumahnya, sedangkan manusia tetap menunggunya di masjid". 'Aisyah lalu menuturkan : "Rasulullah bertanya kepadaku :"Orang-orang itu sedang apa ya 'Aisyah ?" Saya pun menjawab : "Wahai Rasulullah, orang-orang itu sudah mendengar tentang shalatmu tadi malam bersama orang-orang yang ada di masjid ; maka dari itu mereka berbondong memenuhi masjid untuk ikut shalat bersamamu". Lalu 'Aisyah melanjutkan kisahnya : "Beliau lantas memerintahkan :"Tolong lipat kembali tikarmu, wahai 'Aisyah !". Akupun lantas melakukan apa yang beliau perintahkan. Malam itu, beliau berdiam di rumah tanpa tidur sekejappun. Sedangkan orang-orang itu tetap menunggu ditempat mereka. Hingga datang pagi, barulah Rasulullah keluar.

Seusai melaksanakan shalat subuh, beliau menghadap kearah para sahabatnya] dan bersabda :

"Wahai manusia, sungguh demi Allah, aku sama sekali tidak tertidur tadi malam. Akupun tahu apa yang kalian lakukan. Namun (aku tidak keluar untuk shalat bersama kalian) karena aku khawatir shalat itu menjadi (dianggap) wajib atas diri kalian.
Sesungguhnya Allah tak akan bosan, meskipun kamu sendiri sudah bosan". (Shahih Bukhari jilid 1 halaman 343).

 dimana letak bid'ah yang dimaksud Umar Bin Khathab?

Tentu anda akan kebingungan,karena memang tidak ada bid'ah dalam shalat tarawih.Shalat tarawih,baik dengan Imam (berjama'ah) atau sendirian itu pernah di lakukan oleh Rasulullah.Begitu juga mengumpulkan orang-orang yang shalat di masjid yang terpencar-pencar disatukan dengan Satu Imam,berdasarkan Hadist dari Aisyah di atas juga pernah dilakukan oleh Rasulullah shalallahu alaihi wasalam.

Pada dasarnya Umar Bin Khathab bukanlah membuat bid'ah.Ucapan Amirul Mukminin Umar Bin Khathab adalah Bid'ah dalam arti secara Bahasa,bukan secara syariat.Karena pada dasarnya bid'ah dalam syariat semuanya tercela.Sedang bid'ah secara bahasa ada yang baik dan ada yang buruk dilihat apakah ada dalil yang menetapkan atau tidak.

Ucapan Umar : “Sebaik-baik bid’ah adalah ini”. adalah bid’ah secara LUGHOWI (secara bahasa). Demikan menurut ibnu Rajab. (Jaami’ul ‘Ulum wal Hikam, 2:128).

Ibnu Katsir Rahimahullah, seorang ulama ahlu sunnah dan juga seorang ahli tafsir paling terkemuka di dunia, mengatakan : Bahwa bid’ah, ada dua macam. Bid’ah secara syari’at dan bid’ah secara lughowiyah (bahasa).

Beliau berkata : ”Bid’ah ada dua macam, bid’ah syari’at seperti sabda Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam : “Sesungguh-nya setiap yang ada-adakan adalah bid’ah dan setiap bid’ah adalah sesat” Dan bid’ah lughowiyah (bahasa) seperti perkata’an umar bin Khatab ketika mengumpulkan manusia untuk sholat tarawih : ”Inilah sebaik-baiknya bid’ah.” [Ibnu Katsir, Tafsir Al Qur’anil ‘Adziem 1/223. Cet. Maktabah taufiqiyah, Tahqiq Hani Al Haaj].

Menurut Ibnu Rajab dan Ibnu Katsir perkata’an Umar bin Khaththab, ”Inilah sebaik-baiknya bid’ah”. Adalah bid’ah secara LUGHOWI (bahasa), bukan bid”ah secara syari’at. Karena shalat tarawih berjama’ah pernah di lakukan oleh Rosululloh.

Bid’ah (perkara baru) dan tercela, adalah bid’ah dalam urusan Ibadah, yang tidak pernah di lakukan, di perintahkan atau di setujui oleh Rasulullah. Bagaimana shalat terawih mau di katakan bid’ah (perkara baru), Sedangkan shalat tarawih pernah di lakukan oleh Rasulullah.

Bid'ah memang dibagi menjadi 2,Bid'ah secara syariat yang semuanya haram dan bid'ah  secara bahasa.Contohnya dalam urusan duniawi,pesawat,mobil,teknologi,informasi dll itu boleh menggunakan kata bid'ah karena memang tidak ada pada zaman Nabi dan bid'ah semacam itu adalah baik karena selain tidak termasuk dalam urusan syariat,juga ada dalil yang memperbolehkan.


Adapun penggunaan kata bid'ah yang baik secara bahasa dalam syariat seperti ucapan Umar itu juga boleh selama amaliyah tersebut mempunyai asal hukumnya,perintahnya,tata cara pelaksanaan,waktu dan ketetapannya.Jika tidak mempunyai asal hukum,maka tidak boleh dikatakan bid'ah yang baik,melainkan harus di katakan bid'ah yang sesat.

Sedang shalat Tarawih dengan Satu Imam yang dilakukan oleh Umar Bin Khathab baik cara,waktu,dan ketetapannya itu ada dalilnya,karenanya para ulama menafsirkan perkataan  Umar adalah bid'ah secara Bahasa,bukan secara syariat dikarenakan ada dalil yang menjelaskan.

Berbeda dengan tahlilan dan yasinan,ini merupakan bid'ah dalam syariat yang hukumnnya haram.karena tidak memiliki asal hukum,baik dari segi perintahnya,tata caranya,waktu dan pelaksanaannya tidak ada dalil yang menegaskan atau memerintahkan.

Ibnu Hajar Al Asqolani, seorang ulama besar bermadzhab Syafi’iy, Beliau rahimahullah juga menjelaskan : “Maka bid’ah menurut istilah syari’at adalah tercela, berbeda dengan pengertian bahasa karena bid’ah secara bahasa adalah segala sesuatu yang dibuat-buat tanpa ada contoh sebelumnya baik terpuji maupun tercela.” [Lihat Fathul Bari,13:253].

Dan lagi ada perbedaan mencolok antara "Bid'ah" nya Umar Bin Khathab dalam shalat tarawih dengan bid'ahnya ahlul-bid'ah di Indonesia seperti Tahlilan,selametan,dan yasinannya. "Bid'ah" nya Umar sudah dijalankan oleh Rasulullah shalallahu alaihi wasalam,sedang bid'ahnya ahlul-bid'ah di Indonesia belum pernah dikerjakan oleh seorangpun baik Rasulullah shalallahu alaihi wasalam maupun sahabatnya,bahkan tabi'in pun tidak pernah melakukan hal yang semacam ini.Jadi apa masuk akal 2 hal yang berbeda,shalat tarawih yang sudah ada sejak zaman Rasulullah disamakan dengan acara semacam tahlilan,selamatan dll yang baru muncul beberapa Ratus tahun kemudian diberi hukum yang sama yaitu Bid'ah?


Abdul Wahhab As-Subki dalam “Isyraqul Mashabiih Fi Shalati At-Tarawih” yang berupa kumpulan fatwa (I : 168) menyatakan :

“Ibnu Abdil Barr berkata : “Dalam hal itu Umar tidak sedikitpun membuat-buat sesuatu melainkan sekedar menjalani apa yang disunnahkan, disukai dan diridhai Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam. Dimana yang menghalangi beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam untuk melakukan secara kontinyu semata-mata karena takut dianggap wajib atas umatnya. Sedangkan beliau adalah orang yang pengasih lagi pemurah terhadap umatnya. Tatkala Umar mengetahui alasan itu dari Rasulullah, sementara ia mengerti bahwa amalan-amalan yang wajib tidak akan bertambah ataupun berkurang lagi sesudah kematian Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam ; maka beliaupun mulai menghidupkannya dan menyuruh manusia untuk melakukannya. Kejadian itu berlangsung pada tahun 14 H. Itu adalah keutamaan yang Allah simpan lalu diperuntukkan bagi beliau Radhiyallahu ‘anhu. Yang mana Abu Bakar sekalipun tidak pernah terinspirasi untuk melakukannya. Meskipun, beliau lebih utama dan lebih segera melakukan kebaikan –secara umum- daripada Umar Radhiyallahu ‘anhuma. Akan tetapi masing-masing dari keduanya dianugerahi Allah keutamaan-keutamaan yang tidak dimiliki yang lainnya”Abdul Wahhab As-Subki dalam “Isyraqul Mashabiih Fi Shalati At-Tarawih” yang berupa kumpulan fatwa (I : 168) menyatakan :

“Ibnu Abdil Barr berkata : “Dalam hal itu Umar tidak sedikitpun membuat-buat sesuatu melainkan sekedar menjalani apa yang disunnahkan, disukai dan diridhai Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam. Dimana yang menghalangi beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam untuk melakukan secara kontinyu semata-mata karena takut dianggap wajib atas umatnya. Sedangkan beliau adalah orang yang pengasih lagi pemurah terhadap umatnya. Tatkala Umar mengetahui alasan itu dari Rasulullah, sementara ia mengerti bahwa amalan-amalan yang wajib tidak akan bertambah ataupun berkurang lagi sesudah kematian Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam ; maka beliaupun mulai menghidupkannya dan menyuruh manusia untuk melakukannya. Kejadian itu berlangsung pada tahun 14 H. Itu adalah keutamaan yang Allah simpan lalu diperuntukkan bagi beliau Radhiyallahu ‘anhu. Yang mana Abu Bakar sekalipun tidak pernah terinspirasi untuk melakukannya. Meskipun, beliau lebih utama dan lebih segera melakukan kebaikan –secara umum- daripada Umar Radhiyallahu ‘anhuma. Akan tetapi masing-masing dari keduanya dianugerahi Allah keutamaan-keutamaan yang tidak dimiliki yang lainnya”



.Para ahlul bid'ah begitu memaksakan penafsiran,seperti tentang 'lafadz "kullu",mereka penafsirkannya dengan berbagai macam gaya,agar sesuai dengan pemikiran mereka.Akan tetapi ketika datang ucapan Umar Bin Khathab "inilah sebaik-baiknya bid'ah..",mereka tidak menafsirkannya dengan gaya mereka seperti ketika menafsirkan "kullu",bahkan mereka menolak jika muncul penafsiran-penafsiran tentang perkataan Umar Bin Khathab tsb,karena sudah sesuai dengan pemikiran mereka.

Barakallah fiikum


Wallahu a'lam bish shawab.










Tidak ada komentar :

Posting Komentar

Silahkan komentar yang santun, karena itulah pribadi anda sebenarnya.