nu1926

Sekte Gusdurian, bertobatlah sekarang (3)


Gus Dur adalah presiden keempat. Ditulis dalam situs tokoh Indonesia, belum genap satu bulan menjabat presiden, mantan ketua umum Nahdaltul Ulama (1984-1999) itu sudah mencetuskan pendapat-pendapat yang memerahkan kuping sebagian besar anggota DPR di hadapan sidang legislatif, yang anggotanya sekaligus sebagai anggota MPR yang baru saja memilihnya itu. Gus Dur menyebut Sidang Dewan Legislatif itu seperti „taman kanak-kanak‟. 

Tak lama kemudian setelah menjabat menjadi presiden, ia pun menyatakan akan membuka hubungan dagang dengan Israel, negara yang dibenci oleh masyarakat muslim Indonesia. Pernyataan ini mengundang reaksi keras dari kalangan umat Islam. Selang beberapa waktu, ia pun memecat beberapa anggota kabinet persatuannya, termasuk Hamzah Haz, ketua umum PPP. Berbagai kebijakan dan pemecatan ini membuatnya semakin nyata jauh dari konspirasi kepentingan yang memungkinkannya terpilih lagi menjadi presiden. 

Ketika itu, pada sidang umum MPR 1999, poros tengah yang gagal menggolkan salah seorang tokohnya sendiri menjadi presiden (BJ. Habibie, Amin Rais, Hamzah Haz, dan Yusril Ihza Mahendra), merangkul Gus Dur untuk dapat mengalahkan Megawati Soekarno Putri. Sehingga Mega dan partainya yang memenangkan pemilu hanya mendapatkan kursi wakil presiden. 

Terpilihnya Gus Dur ini, yang akhirnya diberi julukan “presiden wisata”, karena seringnya keluyuran ke Luar Negeri tanpa tujuan yang jelas, ketimbang mengurus negaranya sendiri itu telah menunjukkan sosok kontroversial, kontroversial dalam kelayakan politik demokrasi. Gus Dur dari partai kecil (11%) mampu mengalahkan Mega dari partai pemenang pemilu (35%), Kotroversial mengenai fisik Gus Dur yang buta. Pengamat politik LIPI menyebutnya sebagai kecelakaan sejarah. Memalukan! 

Pada awalnya, banyak orang optimis bahwa duet Gus Dur-Mega yang sejak lama sudah bersaudara akan langgeng dan kuat. Apalagi ditopang dengan susunan kabinet persatuan yang mengakomodir hampir semua kekuatan politik.

Namun seperti kata pepatah, sepandai-pandai tupai melompat, akhirnya jatuh juga. Di mata orang, kepercayaan diri Gus Dur tampak terlalu berlebihan. Ia sering kali melontarkan pendapat dan mengambil kebijakan yang kontroversial. Penglihatannya yang semakin buruk mungkin dimanfaatkan oleh para pembisik di sekitarnya. Gus Dur pun sering mengganti anggota kabinetnya dengan semaunya dengan berpayung hak prerogratif. Tindakan penggantian menteri ini berpuncak pada penggantian Laksamana Sukardi dari jabatan Meneg BUMN dan Yusuf Kalla dari jabatan Memperindag, tanpa sepengetahuan wapres Mega dan ketua DPR Akbar Tanjung. 

DPR menginterpelasi Gus Dur, mempertanyakan alasan pemecatan Laksamana Sukardi dan Jusuf Kalla yang dituding Gus Dur melakukan KKN. Sejak saat itu, Megawati pun mulai mengambil jarak dengan Gus Dur. Dukungan politik dari legislatif kepada Gus Dur menjadi sangat rendah. Di sini Gus Dur tampaknya sudah lupa bahwa dalam sebuah negara demokrasi tidak mungkin ada seorang presiden (eksekutif) dapat memimpin tanpa dukungan politik (yang terwakili dalam legislatif dan partai). 

Anehnya, setelah kejadian itu Gus Dur yang saat jadi presiden menghadiri Kontes Waria se-Indonesia di TMII, malam Minggu 26 Juni 2006 itu justru semakin lantang menyatakan diri mendapat dukungan dari rakyat. Sementara sebagian besar wakil rakyat di DPR dan MPR semakin menunjukkan sikap berbeda, tidak lagi mendukung Gus Dur. 

Lalu terkuaklah kasus Buloggate dan Bruneigate. Gus Dur diduga terlibat. Kasus ini membuahkan memorandum DPR. Setelah memorandum II tak digubris Gus Dur, akhirnya DPR meminta MPR agar menggelar Sidang Istimewa (SI) untuk meminta pertanggung jawaban Gus Dur sebagai presiden. 

Gus Dur melakukan perlawanan, tindakan DPR dan MPR itu dianggapnya melanggar UUD. Ia menolak penyelenggaraan SI-MPR dan mengeluarkan dekrit membubarkan DPR dan MPR. Tapi dekrit Gus Dur ini tidak mendapat dukungan. Hanya kekuatan PKB dan PDKB (Partai Demokrasi Kasih Bangsa) yang memberi dukungan. Bahkan karena dekrit itu, MPR mempercepat penyelenggaraan SI pada 23 Juli 2001. Gus Dur, akhirnya kehilangan jabatannya sebagai presiden keempat setelah ia menolak memberikan pertanggung jawaban dalam SI MPR itu, dan Wapres Megawati diangkat menjadi presiden pada 24 Juli 2001. 

Selepas SI-MPR, Gus Dur selaku Ketua Dewan Syuro PKB memecat pula Mathori Abdul Jalil dari jabatan Ketua Umum PKB. Tindakan ini kemudian direspon Matori dengan menggelar Muktamar PKB yang melahirkan dua kepengurusan PKB, yang kemudian menjadi populer disebut PKB Batu Tulis (pimpinan Matori) dan PKB Kuningan (pimpinan Gus Dur). Kepengurusan PKB ini harus berlanjut ke pengadilan kendati upaya rujuk terus berlangsung. 

Gus Dur sering berbicara keras menentang politik keagamaan sektarian. Pendiriannya sering menempatkannya pada posisi sulit, melawan pemimpin Islam lainnya di Indonesia. Seperti didirikannya Ikatan Cendekiawan Muslim Indonesia (ICMI) yang diketuai BJ. Habibie, Gus Dur secara terbuka menentang. Ia menyebut ICMI akan menimbulkan masalah bangsa di kemudian hari, yang dalam tempo kurang dari sepuluh tahun ternyata pernyataannya itu bisa dibuktikan benar atau tidak. Lalu, ia mendirikan Forum Demokrasi sebagai penyeimbang ICMI. 

Meski diakui ia besar antara lain karena NU, namun visi politik Gus Dur diakui rekan-rekan dekatnya sebagai melebihi kepentingan organisasi, bahkan kadang melampaui kepentingan Indonesia. Hal ini tercermin dari kesediaannya menerima kedudukan di Simon Perez Peace Center dan saat dia mengusulkan membuka hubungan dengan Israel. 

Di masa Orba, saat Soeharto amat berkuasa, Gus Dur dikenal sebagai salah seorang tokoh yang licin untuk dikuasai. Bahkan Gus Dur dapat memanfaatkan Keluarga Cendana dengan mengajak Mbak Tutut berkeliling mengunjungi pondok-pondok pesantren. Gus Dur juga beberapa kali menyempatkan diri mengunjungi Pak Harto setelah lengser. 

Gus Dur termasuk orang yang sering melontarkan pendapat kontroversial. Bahkan ketika menjabat presiden RI ke-4 (20 Oktober 1999-24 Juli 2001) dan berhenti jadi presiden, kebiasaan melontarkan sesuatu yang nyleneh tidak pernah berhenti. Sampai-sampai, kata yang sering dilontarkan untuk menyederhanakan sesuatu menjadi ungkapan yang umum di masyarakat, “gitu aja kok repot!” 

Ia juga pengamat sepak bola yang tajam analisisnya. Bahkan, setelah penglihatannya benar-benar terganggu, pada Piala Dunia Juni 2002 lalu, ia juga masih antusias memberi komentar mengenai proyeksi juara.

Sekte Gusdurian, bertobatlah sekarang (4)

Wallahu a'lam bishowab.

(source : Membuka kedok tokoh-tokoh liberal dalm tubuh NU)

Tidak ada komentar :

Posting Komentar

Silahkan komentar yang santun, karena itulah pribadi anda sebenarnya.