Melihat dari judul saja anda sudah bisa mengetahui, keduanya kelihatannya sama.
Ringkasan Sang Pencerah :
Jenis Film : Drama
Produser : RAAM PUNJABI
Produksi : MVP PICTURES
Sutradara : Hanung Bramantyo
Jogjakarta
1867 -1912:
Sepulang dari Mekah, Darwis muda (Ihsan Taroreh) mengubah namanya menjadi Ahmad
Dahlan. Seorang pemuda usia 21 tahun yang gelisah atas pelaksanaan syariat
Islam yang melenceng ke arah Bid’ah /sesat
Melalui Langgar / Surau nya Ahmad Dahlan (Lukman Sardi) mengawali pergerakan
dengan mengubah arah kiblat yang salah di Masjid Besar Kauman yang
mengakibatkan kemarahan seorang kyai penjaga tradisi, Kyai Penghulu
Kamaludiningrat (Slamet Rahardjo) sehingga surau Ahmad Dahlan dirobohkan karena
dianggap mengajarkan aliran sesat. Ahmad Dahlan juga di tuduh sebagai kyai
Kafir hanya karena membuka sekolah yang menempatkan muridnya duduk di kursi
seperti sekolah modern Belanda.
Ahmad Dahlan juga dituduh sebagai kyai Kejawen hanya karena dekat dengan
lingkungan cendekiawan Jawa di Budi Utomo. Tapi tuduhan tersebut tidak membuat
pemuda Kauman itu surut. Dengan ditemani isteri tercinta, Siti Walidah (Zaskia
Adya Mecca) dan lima murid murid setianya : Sudja (Giring Nidji), Sangidu
(Ricky Perdana), Fahrudin (Mario Irwinsyah), Hisyam (Dennis Adishwara) dan
Dirjo (Abdurrahman Arif), Ahmad Dahlan membentuk organisasi Muhammadiyah dengan
tujuan mendidik umat Islam agar berpikiran maju sesuai dengan perkembangan zaman
Ringkasan Sang Kyai :
Jenis Film : Drama
Produser : Gope T. Samtani
Produksi : RAPI FILMS
Sutradara : Rako Prijanto
Produser : Gope T. Samtani
Produksi : RAPI FILMS
Sutradara : Rako Prijanto
Pendudukan Jepang ternyata tidak lebih baik dari Belanda.
Jepang mulai melarang pengibaran bendera merah putih, melarang lagu Indonesia
Raya dan memaksa rakyat Indonesia
untuk melakukan Sekerei.
KH Hasyim Asyari sebagai tokoh besar agamis saat itu menolak untuk melakukan
Sekerei karena beranggapan bahwa tindakan itu menyimpang dari aqidah agama
Islam. Menolak karena sebagai umat Islam, hanya boleh menyembah kepada Allah
SWT. Karena tindakannya yang berani itu, Jepang menangkap KH Hasyim Asyari.
KH Wahid Hasyim, salah satu putra beliau mencari jalan diplomasi untuk
membebaskan KH Hasyim Asyari. Berbeda dengan Harun, salah satu santri KH Hasyim
Asyari yang percaya cara kekerasanlah yang dapat menyelesaikan masalah
tersebut. Harun menghimpun kekuatan santri untuk melakukan demo menuntut
kebebasan KH Hasyim Asyari. Tetapi harun salah karena cara tersebut malah
menambah korban berjatuhan.
Dengan cara damai KH Wahid Hasyim berhasil memenangkan diplomasi terhadap pihak
Jepang dan KH Hasyim Asyari berhasil dibebaskan.
Ternyata perjuangan melawan Jepang tidak berakhir sampai disini. Jepang memaksa
rakyat Indonesia
untuk melimpahkan hasil bumi. Jepang menggunakan Masyumi yang diketuai KH.
Hasyim Asy'ari untuk menggalakkan bercocok tanam. Bahkan seruan itu terselip di
ceramah sholat Jum'at. Ternyata hasil tanam rakyat tersebut harus disetor ke
pihak Jepang. Padahal saat itu rakyat sedang mengalami krisis beras, bahkan
lumbung pesantren pun nyaris kosong. Harun melihat masalah ini secara harfiah
dan merasa bahwa KH. Hasyim Asy'ari mendukung Jepang, hingga ia memutuskan
untuk pergi dari pesantren.
Jepang kalah perang, Sekutu mulai datang. Soekarno sebagai presiden saat itu
mengirim utusannya ke Tebuireng untuk meminta KH HAsyim Asyari membantu
mempertahankan kemerdekaan. KH Hasyim Asyari menjawab permintaan Soekarno
dengan mengeluarkan Resolusi Jihad yang kemudian membuat barisan santri dan
masa penduduk Surabaya berduyun duyun tanpa rasa
takut melawan sekutu di Surabaya.
Gema resolusi jihad yang didukung oleh semangat spiritual keagamaan membuat Indonesia
berani mati.
Di Jombang, Sarinah membantu barisan santri perempuan merawat korban perang dan
mempersiapkan ransum. Barisan laskar santri pulang dalam beberapa truk ke
Tebuireng. KH Hasyim Asyari menyambut kedatangan santri- santrinya yang gagah
berani..tetapi air mata mengambang di matanya yang nanar
Secara
singkat Film Sang Pencerah menggambarkan sejarah pendirian organisasi
Muhammadiyah, sedang Sang Kyai menggambarkan menggambarkan pendirian
sosok KH. Hasyim Asyari. Salah satu pendirian beliau adalah tidak mau
melakukan Seikerei ( Seikerei : Gerakan membungkuk ke arah barat yang tujuannya adalah menghormat kaisar Jepang ), karena bertentangan dengan aqidah agama Islam.
Tampak
pembuatan kedua film tersebut merupakan kelanjutan dari "persaingan"
kedua organisasi ini sejak dari awal. Seperti ditulis dalam kompasiana
yang berjudul "Muhammadiyah 1912 VS NU 1926, Luka Lama yang Kambuh".
Persetruan
Muhammadiyah Vs NU, bukanlah masalah baru, bukan pula karena persoalan
persoalan kecil yang mencuat kepermukaan. Rivaling Muhammadiyah Vs NU,
telah terjadi sejak tahun Muhammadiyah dilahirkan Oleh seorang tokoh
kontroversial di mata Islam adat, tepatnya di tahun 1912.
Islam
adat atau Islam tradisional (yang tahun 1926 menamakan dirinya Nahdhatu
al Ulama) memang tidak pernah bermimpi akan berhadapan dengan
Muhammadiyah, yang konon disebut aliran wahaby (sebagaimana kampanye
muslim tradisional yang mengklaim Ahlussunnah Wal-Jamaah, yang kemudian
disematkan sebagai pigura Nahdhatul Ulama). Islam Tradisional yang geram
melihat prilaku dakwah yang menentang adat Islam Jawaisme dan benalu
benalu kejawen yang lengket hingga sekarang dalam tubuh NU, merupakan
alat paling peka guna menjembatani keinginan Muslim Tradisional
melebarkan dan menebarkan kebencian pada warga Muhammadiyah waktu itu,
sebagai tujuan membendung arus pengungsi dari Muslim tradisonal yang
sadar ke Muhammadiyah. Bahkan berkali kali KH. Ahmad Dahlan harus
berhadapan dengan percobaan pembunuhan dan Ancaman dari kelompok
tradisional yang merasa dirongrong keyakinannya.
Masa
lalu yang suram bagi Muhammadiyah, tidak saja disebut wahaby, bahkan
dalam ceramah ceramah ulama mereka, ada yang tega menyebut gerakan
dakwah Muhammadiyah, sebagai kelompok kafir, sehingga ditengah
masyarakat Madura sekarang terdapat anekdot yang sebenarnya illustrasi
dari sebuah kenyataan, ketika ada orang NU shalat di mesjid
Muhammadiyah, maka temannya yang kebetulan ikut, segera menelpon orang
tuanya, katanya :” Pak si Fulan telah murtad”.
Bapaknya bertanya:”kenapa Murtad”,
Jawab teman anaknya:” Ya pak dia sekarang shalat di mesjid Muhammadiyah”.
Cerita
diatas menggambarkan sebuah keadaan di republik ini yang masih mentah
memahami perbedaan. Menganggap berbeda dalam satu agama bukanlah hal
yang wajar, tetapi dipandang kurang ajar oleh sebagian orang.
Selain
itu Peristiwa 1955, saat Nu hengkan dari Masyumi dan mendirikan partai
NU yang sebelumnya adalah Ormas, tentu karena perasaan kecewa yang
dirasakan oleh NU, sehingga memicu NU keluar dari barisan Masyumi,
bahkan rela menerima Nasakom sebagai bagian dari republik ini.
Juga
ketika Gusdur yang dinaikkan MPR (yang waktu itu Ketuanya adalah pak
Amin Rais) sebagai Presiden RI. ke 4 ), lalu diturunkan dalam sidang
Istiwa MPR, merupakan pukulan berat bagi NU, bahkan akibat dari
persetruan itu, NU mengamuk di mana mana menghancurkan gedung gedung
pendidikan Muhammadiyah, terutama di Jawa Timur (yang merupakan basis
kekuatan NU), tidak sedikit sekolah sekolah Muhammadiyah yang menjadi
sasaran amuk massa NU.
Tragis
dan menyedihkan, karena bangsa ini masih mentah memahami perbedaan dan
demokrasi. Luka lama yang kambuh kembali makin memicu ketegangan NU,
ketika kelompok salafy (yang tentu banyak menggunakan mesjid mesjid
Muhammadiyah sebagai corong dakwah salafy ) melakukan dakwah anti
syirik sejak tahua 80-an, membuat NU semakin geram, bahkan situs resmi
NU menabuhkan gendrang perang di mana dengan stetmen “kesesatan salafy
Wahaby”.
Tentu
sebab kumune masalah yang banyak macam ragamnya, menyempal persatuan
direpublik ini terasa asing dalam mencari solusi menyatukan pendapat.
Sulit rasanya menyatukan Muhammadiyah dan NU dalam satu kandang, karena
yang satu bersikukuh dengan produk tradisional yang di-agamakan, dan
satunya lagi melakukan pembaharuan pada post keimanan. NU tidak rela
dengan sepak terjang dakwah yang selalu menyebut amalan amalan NU adalah
syirik dan Bid’ah, meskipun tak pernah menyebutkan NU dalam dakwahnya.
NU merasa bagian dari walisongo yang merasa paling berjasa dalam
republik ini. Sehingga keterusikan NU sama saja tidak menghargai NU
sebagai bagian adanya Islam di Indonesia.
Menyebut
syirik dan bid’ah terhadap amalan amalan NU, sama halnya mengusik
keberadaan NU yang memang embrionya adalah Muslim warisan jawa kono.
Muhammadiyah yang menjadi kuda hitam perjuangan aqidah dianggap sebagai
pemicu perpecahan dalam segala hal. Ini tentunya standar NU dalam
menilai kelompok lain.
Akhirnya
bila sekarang terjadi permasalah dalam pandangan NU dan Muhammadiyah
tentang awal dan akhir Bulan ramadhan, itu sebenarnya bukan masalah
baru. Karena pada hakikatnya NU yang mengklaim menggunakan Ru’yatul
hilal (sambil menggandeng Depertemin Agama), tak ada bedanya dengan
Muhammadiyah, Yakni tetap menggunakan Hisab, bukan ru’yat. Alasannya,
karena NU atau Depertemen Agama telah memerahkan tanggal hari raya
setahun seblumnya. Ini menunjukkan kelicikan ormas dan depag dalam
mempermainkan awal dan akhir bulan ramadhan. Hanya saja NU yang
menggunakan hisab yang sama, sengaja melebihkan sehari dari yang
ditentukan Muhammadiyah, maskudnya agar bulan itu jelas terlihat tanpa
halangan. Dan lebih parah lagi ashobiyahnya NU terkesangan sangat kaku,
karena hanya membenarkan saksi dari orang orang yang ditunjuk oleh PB
NU. Inilah kemelut yang sebenarnya terjadi dalam kedua ormas yang
berbeda pikiran dalam memahmai agama, yang lebih tepat disebut
individualialisme ormas.
Sekarang tentu anda bisa membaca dengan jelas kedua organisasi ini masing-masing.
Wallahu a'lam bishowab
Tidak ada komentar :
Posting Komentar
Silahkan komentar yang santun, karena itulah pribadi anda sebenarnya.